|
Post by Manasuka on Mar 3, 2019 22:15:21 GMT 7
Dikutip dari laman Gulf News, Sri Lanka mengalami sejarah konflik antaretnis yakni mayoritas Sinhala dan minoritas Tamil sejak era kolonial Inggris. Seperti halnya kebanyakan konflik di Asia Selatan, akar permasalahan di Sri Lanka bermulai dari sentimen antaretnis yang tumbuh sejak era kolonial Inggris. Kebijakan memecah belah membuat ketegangan merebak antara warga pribumi Sinhala dan kelompok minoritas Tamil. Sinhala mayoritas adalah Buddha sementara Tamil adalah Hindu, muslim, dan Kristen. Ketegangan ini kian tak terkendali dan memicu terbentuknya kelompok militan Pembebasan Macan Tamil Eelam (LTTE) pada 1976. Kelompok Macan Tamil ini kemudian kerap melancarkan teror dan menyebarkan 'pembersihan etnis' di daerah yang mereka kuasai. Mereka menyerukan negara terpisah 'Eelam' meliputi wilayah di utara dan sebelah timur dari Sri Lanka. Etnis Sinhala yang beragama Buddha merupakan kelompok mayoritas dengan populasi 75 persen dari 21 juta penduduk. Etnis Tamil hanya sekitar sepuluh persen. Namun kelompok Buddha garis keras menganggap warga muslim sebagai ancaman. Perang saudara antara LTTE dengan pemerintah Sri Lanka merenggut ribuan nyawa dan fase akhir dari perang ini pada 2009 menewaskan sedikitnya 40 ribu orang Tamil. Selama hampir tiga dekade negara Sri Lanka dalam kondisi darurat. Pasukan pemerintah akhirnya mengakhiri perlawanan Macan Tamil pada 2009. Bagai api dalam sekam, sejak perang berakhir, ketegangan masih meningkat antara kelompok Buddha garis keras dan minoritas muslim.
|
|